Pages - Menu

Selasa, 02 November 2021

Semua orang Berpotensi Menjadi Luar Biasa



Semua Orang Berpotensi Menjadi Luar Biasa


 

Setiap orang memiliki kebintangan di bidang masing-masing. Maka, seorang professor tidak boleh menyatakan bahwa Christiano Ronaldo sebagai orang bodoh hanya karena secara pendidikan dia tidak seunggul sang professor. ”

***

Bintang yang Redup

        Mengapa ada orang yang sukses dan ada yang gagal? Mengapa ada yang bisa menggapai puncak prestasi, dan ada yang bertahan dalam taraf  ‘biasa-biasa’ saja? Mengapa ada yang mampu melangkah dengan kepercayaan diri, namun ada pula yang tunduk dalam kerendahdirian?

        Suatu hari, butik tempatku bekerja didatangi seorang wanita separuh baya, berusia sekitar 40 tahunan. Ia berpakaian kumal, keringatan, serta rambut acak-acakan. Sepasang matanya memandang liar, mengawasi gerak-gerik orang-orang yang ada di dalam butik. Tanpa basa-basi, wanita itu berbicara dengan suara cepat, terkesan sinis, dan judes.

“Mbak, saya berasal dari Indramayu. Saya sedang mencari suami saya yang sudah pergi beberapa bulan, tapi nggak balik-balik. Suami saya katanya kerja di daerah sini. Tetapi saya sudah muter-muter sampai capek, nggak juga ketemu. Sekarang uang saya sudah habis. Saya tidak punya ongkos untuk pulang.”

        Nah, kalian tahu apa urusan wanita itu dengan menyebutkan kehabisan ongkos tersebut hingga mendatangi tempatku bekerja?

“Apa ibu sudah lapor ke kantor Polisi atau tanya ke RT dan RW di daerah ini?”

“Walah, ngurus apa-apa itu repot, Mbak! Malah dipersulit.” 

        Aku menatap sosok itu. Entah mengapa, aku meragukan kejujurannya. Bukan karena aku mampu menembus isi hatinya. Sederhana saja masalahnya. Aku telah berkali-kali ditipu oleh orang-orang semacam itu.

        Sebelumnya. Pernah seorang pengemis datang datang ke rumah dengan pakaian compang-camping, wajah lusuh, serta tatapan memelas. Aku pun memberinya sedekah. Sedikit memang, namun ikhlas, Insyaallah.

        Namun beberapa saat kemudian, tetanggaku mendapati pengemis  itu, setelah seharian “bekerja” dan mendapatkan uang yang cukup, ia meminta izin untuk memasuki sebuah rumah milik tetangga yang kosong. Lalu ia keluar dari rumah kosong itu namun  dengan dandanan yang bersih dan keren. Keikhlasanku pun terasa tercabik-cabik rasanya.

        Pernah juga, ketika dalam perjalanan pulang dari suatu tempat, aku mendapati seorang wanita yang tergeletak lemas. Ia berbicara dengan terbata-bata. Ia mengungkapkan sebuah fakta yang baginya mungkin luar biasa, namun ajaibnya, fakta tersebut hampir sama dengan apa yang disampaikan wanita yang pernah datang ke butik-mencari suaminya.

        Modus operandi yang hampir sama. Setelah berputar-putar hingga letih, dan tak menemukan orang yang dicari, ia mengatakan kehabisan ongkos untuk pulang. Namun wanita yang satu ini mengaku sedang hamil muda, dan menderita asma.

        Merasa iba, aku pun memberikan selembar uang berwarna hijau kepadanya. Bahkan, aku sempat mencarikan seorang dokter yang justru sempat kebingungan ketika memeriksanya.

        Hingga akhirnya akting si wanita itu terbongkar ketika tetanggaku bercerita, bahwa wanita dengan ciri-ciri yang sama dengan modus operandi yang sama, melakukan aksi di tempat yang lain. Ia pura-pura mencari suaminya, pura-pura hamil, pura-pura sakit asma, dan pura-pura pingsan.

        Kisah-kisah tadi, jujur saja membuatku trauma. Hingga aku tiba di titik jenuh dengan melodrama yang mereka mainkan.

“Ibu jujur saja, benar nggak kenyataannya seperti ini. Kalau ibu ingin meminta sedekah, butuh uang, sampaikan aja apa adanya,” tegasku dengan penuh selidik.

“Ya Allah, Mbak… saya tidak berbohong!”  jawab wanita itu dengan suara meninggi. Lantas, ia pun “ngedumel”.  Ia menumpahkan beberapa kalimat yang membuat hatiku yang justru tidak enak.

        Akhirnya, demi keselamatan diri, aku serahkan saja uang kertas berwarna abu-abu. Lantas, apa jawabannya?

“Walaaah, cuma ngasih dua ribu ngomongnya muter sana-sini!” Wanita itu menatap dengan sinis, lalu meraih lembaran uang itu dengan kasar dan pergi sambil mengomel.

        Aku hanya tersenyum kecut, menghela napas seraya geleng-geleng kepala, dan berdoa.

“Ampuni hamba jika ternyata cerita wanita benar, ya Rabb. Tetapi jika memang wanita itu hanya mencari-cari alasan, seperti yang telah dilakukan oleh banyak orang lain dengan kasus serupa, aku benar-benar didera beribu keprihatinan.”

        Kenyataannya, wanita itu masih segar, sehat, kuat. Seandainya betul ia kehabisan ongkos, padahal dengan tenaganya ia masih bisa mendapatkan uang dengan cara yang lebih terhormat. Atau jika saja mereka jujur, tentu semua orang akan respek dan lebih menghargainya. 

        Bisa jadi ia akan mendapatkan uang lebih besar dari dua ribu rupiah, juga penghargaan yang nilainya jelas lebih tinggi dari sebentuk materi lainnya.

        Begitulah kehidupan. Ada yang kaya, ada yang miskin. Ada yang rajin, ada yang malas. Ada yang pandai, ada yang bodoh. Hanya saja, satu yang perlu kita renungi-kita semua meyakini-bahwa kaya, rajin, pandai dan segala bentuk kebaikan, sesungguhnya adalah kehendak Tuhan.

        Sang Pencipta tidak pernah mengharapkan hamba-hambanya menjadi seorang yang malas, miskin, bodoh, pencundang. Sebagai bukti. Tuhan  telah memberikan setiap makhluk-Nya kelebihan yang jika dioptimalkan, akan menutupi kekurangan yang ia miliki.

 

Hidup Adalah Kompetisi


        Bukalah jendela kamar di malam hari, tepatnya saat bulan tak sedang bersinar penuh dan cuaca pun sedang cerah-cerahnya. Tataplah langit dan merenunglah. Pandanglah bintang-bintang yang bertebaran di sana.

Saat itulah barangkali akan muncul sebuah pemikiran di benak kita tentang sebuah persaingan. Persaingan para bintang dalam menunjukkan kecemerlangan cahayanya.

        Di antara trilyunan bintang tersebut, ada cahayanya yang cukup kuat sehingga jelas ditangkap bermilyar pasang mata manusia. Namun ada pula yang pancarannya begitu lemah, sehingga hanya menyerupai titik kecil di kejauhan.

        Persaingan antar bintang dalam memperlihatkan kecemerlangannya bukanlah kompetisi ecek-ecek. Sebaliknya, sebuah kompetisi yang mega dahsyat. Mungkin terkesan naif jika kita membayangkan kompetisi yang terjadi antara manusia-manusia di muka bumi ini jika diibaratkan kompetisi para bintang dalam menunjukkan cahaya kecemerlangannya.

        Namun, kita tak bisa memungkiri bahwa ada proses penciptaan wujud manusia hingga lahir seorang anak manusia ke dunia ini. Dan jika hidup adalah kompetisi, maka baiknya kita juga merenungi tentang penciptaan seorang anak manusia hingga bisa lahir ke dunia ini.  

Dimana proses penciptaan manusia sendiri sungguh merupakan sebuah gambaran hidup yang sangat menakjubkan. Jutaan sel sperma berkompetisi untuk bisa membuahi satu sel telur yang telah ‘menunggu’ di tuba falopii

         Bak seorang putri yang duduk manis di persemayaman nan indah, menunggu pangeran tampan nan gagah perkasa meminangnya. Persis sebuah sayembara mencari ‘cinta’ keperkasaan, kekuatan, dan akhirnya, hanya akan ada satu sel sperma yang berhasil. Sperma yang paling excellent.

        Ini adalah sebuah mega kompetisi! Maka, jangan pernah menyepelekan siapa pun yang masih berwujud manusia. Dari segi penciptaannya saja, proses terlahirnya manusia begitu luar biasa.

        Namun pertanyaannya. Mampukah manusia berkompetisi untuk meraih ‘bintang’ nan tinggi? Apakah saat ini, kita justru merasa tengah menjadi seseorang yang “bukan apa-apa”, “tak bisa apa-apa”, dan tak akan mungkin menjadi “apa-apa”.  

        Atau sebenarnya ingin menjadi “apa-apa”, yang bisa “apa-apa” namun kesulitan untuk mewujudkannya. Jika demikian, berbahagialah. Karena kita masih diberi kehidupan. Banyak orang yang menganggap bahwa dirinya adalah “apa-apa” yang bisa melakukan “apa-apa”, namun sesungguhnya dia bukan “apa-apa" dan bukan “siapa-siapa”.

***

Menyibak Awan Penutup Bintang


Di suatu kesempatan, aku tepekur menatap seorang ibu yang sesekali tampak kerepotan menghadapi tingkah polah anaknya yang berusia sekitar 4 atau 5 tahun. Si anak berkali-kali marah, berteriak, lalu melakukan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk memancing perhatian orang-orang di sekitarnya.

        Wanita itu terlihat sangat malu. Ia merasa tidak mampu menjadikan si anak sebagai seorang yang salih. Salih dalam paradigma yang sangat sempit. Karena palu vonis hakim pun, rasanya terlalu mengada-ada jika diketok untuk mengadili kenakalan seorang anak.

        Seringkali pandangan miring masyarakat seringkali tertuju kepada si ibu, ketika anak-anaknya tak bisa duduk diam sebagaimana’anak-anak surga’. Padahal, anak-anak yang selalu manis, bukan berarti steril dari masalah.

        Kemiringan itu semakin menjadi-jadi jika si ibu yang ‘gagal’ mencetak anak-anaknya menjadi anak-anak surga itu, ternyata ibu-ibu yang bertampang surga. Justru ibu-ibu dengan jilbab rapi, kerudung lebar, dan aktif di berbagai institusi keagamaan.

        Padahal kenyataannya, setiap anak adalah cerdas. Hanya saja, ada anak-anak tertentu yang kecerdasannya menemukan “ruang pembinaan” sehingga bakat yang dimilikinya bisa teroptimalkan, dan ia berhasil menjadi seorang bintang. Namun tak sedikit yang bakatnya membentur batu karang.

***

Cerdas Atau Bakat?

        Seorang teman Psikologi mengatakan,  definisi cerdas sesungguhnya tak sesempit yang kita bayangkan. Kita menganggap orang yang cerdas adalah yang kuat dalam bidang matematika, sains atau bahasa. Sementara orang yang memiliki bakat yang luar biasa di bidang seni atau olahraga misalnya, sering dipandang sebelah mata.

        Demikian juga, seorang siswa yang lemah dalam akademis, namun ternyata memiliki banyak teman dan mampu membina persahabatan yang baik, tetap saja dibilang anak yang bodoh bahkan nakal.

        Anak-anak dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi  namun kurang mendapat perhatian dari orang tua, biasanya akan menjadi pemimpin sebuah geng yang orientasinya cenderung sebagai trouble maker.

        Kata pintar dan bodoh diperoleh dengan asumsi-asumsi yang sangat sempit. Stereotype (cap) yang diberikan kepada mereka, akhirnya justru membangun mereka sebagai sosok yang senada dengan capnya. 


(Sumber : Pixabay)

        Si pintar semakin berjaya dan cenderung meremehkan orang lain. Sementara si bodoh dan nakal, akan semakin tenggelam dalam kebodohan dan kenakalannya.

        Aku percaya bahwa setiap orang memiliki keunggulan yang berbeda-beda di bidangnya. Seorang professor  di bidang kedokteran tidak bisa mengatakan Christian Ronaldo sebagai orang bodoh meskipun pendidikan dia tidak secemerlang  sang professor. Ronaldo memilih kebintangan di bidang yang lain, yakni olahraga, sepakbola.

        Begitu juga seorang sarjana matematika yang IPK-nya cumlaude, tidak bisa menuding seorang gitaris yang berkali-kali mendapatkan penghargaan dari blantika musik negeri sebagai orang bodoh, hanya gara-gara nilai matematika sang gitaris hanya mendapat nilai kursi terbalik alias angka empat.

        Anak yang memiliki bakat matematika, dengan sistem pendidikan seperti pendidikan seperti yang sekarang diterapkan, akan lebih “berbahagia” karena mampu berekspresi dengan sempurna, dibandingkan dengan anak dengan bakat-semisal menggambar atau menari-terpaksa gigit jari.

        Bukan hanya karena sistem pendidikan yang tak mendukung, tetapi juga sistem sosial. Misalnya, kita sering mendengar seliweran pendapat orang tua yang mengatakan, 

“Mau jadi apa kalau setiap hari menggambar melulu atau setiap hari hanya joget-joget melulu,”

        Hal semacam itulah yang akhirnya membuat bakat-bakat seorang bintang akhirnya layu, mati dan terkubur. Jangan harap, seorang yang lebih tertarik olahraga dan benci matematika bisa dicetak menjadi bintang peraih medali emas di bidang tertentu. Masih bisa hidup sebagai manusia’baik-baik’ saja saja sudah untung.

        Karena pada kenyataannya, banyak remaja yang merasa depresi karena tidak bisa mengekspresikan apa yang menjadi minatnya. Pelampiasan depresif seringkali menjadi sesuatu yang destruktif, misalnya dugem, kebut-kebutan, free sex dan narkoba. 

        Ini bisa dimengerti karena pada prinsipnya, kebutuhan yang paling tinggi dari seorang manusia adalah kebutuhan untuk diakui eksistensinya. Jika seseorang  merasa tidak diakui dalam hal-hal positif, maka ia akan lari ke hal-hal negatif.

        Jika seorang anak merasa diacuhkan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya, maka ia akan cenderung membuat keributan yang mengundang kemarahan. Baginya, “dimarahi” adalah bentuk perhatian, ketimbang dicueki.

        Dan jika sikap semacam itu menjadi sesuatu yang muncul dari alam bawah sadar, akan sangat berbahaya apalagi jika terjun ke dalam kehidupan masyarakat luas.

***

Akulah Bintang!

        Apa yang tebersit ketika membaca kalimat tadi? Pasti beragam. 

“Betul! Memang saya adalah bintang, Kamu bintang. Kita semua adalah bintang!”

Barangkali ada juga yang menjawab.

“Sebenarnya, saya menyadari bahwa saya ini berpotensi menjadi bintang. Namun entahlah, saat ini, saya merasa menjadi orang yang biasa-biasa saja. Terkadang, jika semangat sedang berkobar, saya pasti akan berusaha keras untuk meningkatkan kecemerlangan saya. Akan tetapi jika motivasi sedang turun, saya akan merasa sangat lelah dan hanya bisa berkata. Lantas, saya pun menyadari bahwa saya ini tak lebih seorang pecundang!”

        Bahkan tak sedikit yang menjawab.

“Ah, biasa aja. Saya orang biasa. Saya bukan siapa-siapa, tidak punya apa-apa dan tak bisa apa-apa. Tak seorang pun yang menghiraukan saya. Siapa yang peduli dengan orang seperti saya?”

        Namun ada juga yang lantang menjawab.

“Saya tak sekadar bintang. Saya adalah mega bintang, ‘superstar’! Saya bisa melakukan apa saja dan bisa mengubah tatanan dunia ini hanya dengan membalikkan telapak tangan!”

        Aha, ternyata begitu beragam reaksi tiap orang.

*** 

Kekuatan Itu Harus Dibangun

        Aku pernah membaca sebuah kutipan, bahwa "orang yang tidak efektif, hidup dari hari ke hari dengan potensi yang tak termanfaatkan". Artinya, ketika seseorang berada dalam ketidakefektifan hidup, seringkali menjadi beban tersendiri yang membuat seseorang seakan-akan hidup dalam genangan kesulitan.

        Banyak masalah, namun tak pernah sekali pun mendata masalah tersebut, merasionalkan dan mencoba mengakumulasi berbagai solusi yang mungkin bisa mengatasi sebuah masalah. Akhirnya hidup tanpa target. Padahal targetlah yang membuat hidup menjadi penuh warna, penuh inspirasi, penuh geliat, penuh gairah, dan semangat.

        Sebaliknya. Orang-orang yang mengasah potensinya, lalu mengaplikasikannya, dan senantiasa menajamkannya, bahkan men-charge potensi yang mengalami kejenuhan, akan memandang dirinya sebagai subjek, bukan objek.

        Jika dunia tak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, maka dengan penuh semangat, mereka akan mengubah keadaan.

        Bila sebaliknya. Jangan salahkan Bunda yang mengandung. Jangan salahkan nasib yang tidak berpihak kepada kita. Jangan salahkan shio, zodiak, atau weton. Apalagi sampai menyalahkan Sang Pencipta.

        Semua itu sesungguhnya salah kita sendiri. Karena sejatinya ada bintang dalam diri kita masing-masing. Ia tersembunyi. Ia harus dicari. Diasah dan dilejitkan cahayanya. Sehingga puncak kesuksesan bukan lagi sekedar impian.

        Ya, semua orang layak menjadi bintang. Allah Swt telah men-set manusia sebagai pribadi yang luar biasa dengan berbagai keunikan yang dimilikinya. Ini yang menjadi tugas kita-bagaimana kita menjadikan keunikan itu sebagai nilai lebih dan bermanfaat-bukan hanya bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain.

        Jadi, bagaimana agar kita bisa menjadi subyek dari sebuah peradaban dan menjadi bintang yang bersinar?

1. Kenali diri sendiri

2. Tekun dengan proses

3. Tidak mudah puas

4. Cerdas menangkap peluang (visioner)

5. Manfaatkan teknologi

6. Mengasah dan latih kreatifitas

7. Memiliki strategi hidup


 Mulai dari merubah paradigma, dan merubah cara berpikir kita. 


Mengutip pendapat Albert Einstein,  “The world we have created is aproduct of our way of thinking.” 

        Yuk, di mulai dengan menerapkan 3 langkah sederhana ini.

"Think big! Start small! Act now!"

“Berpikir besar, mulai dari yang paling sederhana, dan lakukan sekarang juga!”

        Yakinlah! Bahwa ada bintang dalam diri kita. Karena setiap pribadi itu sebenarnya luar biasa. Karena sukses itu memang hak kita. Maka, jadilah bintang yang bersinar di antara bintang-bintang yang lain. 

        Ciptakan duniamu sendiri untuk menggapai bintang yang cahayanya cemerlang. Bukankah gemerlapnya bintang mampu menerangi hingga mencapai bumi?

        Lantas, kenapa kita tidak?


        Semoga bermanfaat.(*)

 





54 komentar:

  1. Balasan
    1. Masyaallah. Makasih mbak. Salam kenal ya? Ntar saya mampir juga.

      Hapus
    2. Salam kenal juga kakak, bagus bgt kak saya jadi bisa terapkan ini untuk anak saya nnt kelak aamiin

      Hapus
    3. Salam kenal juga Mbak Juni. Masyaallah jika bisa memotivasi menjadi inspirasi bagi mbak. Semoga anak-anak Mbak menjadi anak-anak yang sholih dan atau sholihah yaah, aamiin.

      Hapus
  2. Indeed! Merubah mindset menjadi positif itu kuncinya❤. Dan izin menambahkan juga, penting pula untuk berdamai dengan diri sendiri dimana diantaranya adalah memaafkan dan mengapresiasi diri bahwa kita berharga dan layak untuk menjadi pribadi yang lebih baik di masa mendatang 😀

    Thank for sharing mba ❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah keren masukannya. Iyaa pastinya mbak plus positive thinking.
      Makasih mbak sudah mampir. Ntar saya mampir juga.

      😍

      Hapus
  3. Balasan
    1. Siap... masyaallah didatangi sahabat. Matur suwun 😍😍😍

      Hapus
  4. Balasan
    1. Masyaallah... Makasih Mbak dah mampir. Aamiin sukses barokah juga buat Mbak Rita. Salam kenal.

      Hapus
  5. Salambkebal mbak masyAllah luar biasa

    BalasHapus
  6. Woww... Tulisannya panjang sekali... Sepakat, kita semua adalah bintang yang harus menemukan cara masing-masing untuk bersinar. ✍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah... semoga menginspirasi dari tulisan panjang saya ini. Yesss, semua orang punya aura menjadi bintang yang harus dicari dan digali.

      Hapus
  7. Maaf maksud saya salam kenal mbak 🙏

    BalasHapus
  8. Mbak Ety memeng luar biasa. Semangatnya menyebar ke sekitarnya. Semoga sukses selalu Mbak Ety 👍👍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaalah Mbak Ningrum juga luar biasa memberdayakan diri bukan untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain melalui tulisan-tulisan. Sukses barokah juga buat Mbak Ningrum.

      Hapus
  9. Terima kasih untuk motivasinya ya, Mbak.

    BalasHapus
  10. Setuj dengan tulisannya, Mbak. Kecerdasan itu bukan hanya dari nilai ijazah. Ada banyak macam kecerdasan, salah satunya adalah kecerdasan linguistik (bahasa), seperti para blogger :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju Mbak. Penulis atau Blogger mempunyai kecerdasan tersendiri untuk merangkai kata untuk menebar pengetahuan bagi pembacanya. Tiap-tiap orang bintang di bidangnya masing-masing.

      Hapus
  11. Wiwin | Pratiwanggini.Net3 November 2021 pukul 05.52

    Nah ini.. penulis buku yang ngeblog. Tulisannya panjang dan dalam. Thanks for sharing, mba Ety ❤❤❤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai Mbak Wiwin.. Mbak Wiwin salah satunya. Penulis plus blogger produktif dan aktif. Izin masukin link blognya di blogger ku yah Mbak Win. Aku mampir yaaa dapat wawsan dan pengetahuan dari blogger senior. Hehehe...

      Hapus
  12. Haloo mbak
    salam kenal....
    Tulisannya membuat saya jadi teringat akan kejadian yang lalu di rumah saya, seorang anak muda muda, pakaian rapi, pandai ngomong, dia nawarin barang...dan ujung-ujungnya ternyata dia penipu.. hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo dan salam kenal juga ya Mbak. Iya Mbak sharing pengalaman, jangan sampai pahala yang diharapkan malah tergerus oleh tipu daya mereka yang mengatasnamakan fakir tapi hanya tameng. Makasih Mbak udah mampir.

      Hapus
  13. Moodbooster banget nih mbak buat saya yang butuh motivasi. Yuk action.

    BalasHapus
  14. Terima kasih, kak. Banyak hikmah dalam kisahnya. Semangat terus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah, Alhamdulillah. Insyaallah semangat.

      Hapus
  15. Kalimat paling disukai " saya bintang, kamu bintang, kita semua bintang"

    Salam kenal mbak, seneng banget bisa baca tulisan ini saya sangat termotivasi sekalii

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak kita semua bintang dari bidang dan bakatnya masing-masing termasuk penulis dan blogger ya Mbak hehe... salam kenal juga yah Mbak Ishmah.

      Hapus
  16. Tulisannya syarat motivasi , semoga kita bisa menjadi bintang dan bermanfaat untuk sesama. Thankyou for sharing mba ...

    BalasHapus
  17. Tulisan dari penulis berpengalaman memang beda ya. Bisa banget bikin perasaan campur aduk. Keren mbaak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah... Tabarakallah. Makasih Mbak. Sukses barokah dan terus menulis untuk kebajikan ya Mbak. Aamiin.

      Hapus
  18. Setuju sekali, semua orang adalah bintang. Mereka hanya bersinar di "sudut bumi" yang berbeda. Terima kasih untuk tulisannya yang menginspirasi ini, Kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah... Alhamdulillah bisa memberi andil manfaat dari sebuah tulisan.

      Hapus
  19. Setuju semua orang punya kelebihan masing-masing.

    BalasHapus
  20. MasyaAllah, opening-nya aja udah keren dan menggugah. Sisanya, marvelous ... marvelous.

    Semangat terus ya, Mbak Riyanty.

    BalasHapus
  21. Tukisannya oanjang ya, saya juga pernah ketemu ibu-ibu yang mengaku kekurangan uang untuk pulang dan cuma punya gula di tas, gulanya minta dibeli supaya bisa pulang naik bus. Karena saya masih mahasiswa waktu itu dan kejadiannya di kampus plus uang saku saya sudah mepet akhirnya uang 10.000 saya beriksn pd ibu itu tanpa berpikir macam2. Eh, ternyata dua hari kemudian bapak saya yang menjemput saya ke kampus bertemu ibu itu juga di tempat yang sama dan modus yang sama. Bedanya bapak saya mengambil gula itu, bapak saya cerita menyesal karena menerima gulanya. Barulah saya sadar telah ditipu. Bapak saya pun cuma bisa diam mendengae cerita saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. kejadian yang pasti akan kita temui di mana-mana Mbak. Selagi pribadi-pribadi seperti itu masih berkubang dengan karakternya sendiri. Gak mau merubah diri.

      Hapus
  22. Mantap seperti biasa. Tulisan bergizi. Makasih mbak Ety

    BalasHapus
  23. Terkadang orang terlalu besar berfikir tapi tidak ada aksi yang dilakukan.
    Thank you insightnya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, setuju Mbak. Terima kasih kembali Mbak Izzah

      Hapus
  24. Keren Mak cinta...
    Detail banget! Aku sering ketemu orang kayak gitu... keki tentu. Bahkan sengaja ketipu hahaha

    BalasHapus
  25. Salam kenal, keran mbak . Sukses selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Mbak Rizky. Masyaallah sukses juga buat Mbak.

      Hapus